Identitas
Buku
Judul Buku : Azab dan Sengsara
Karya : Merari Siregar
Penerbit : Balai Pustaka, terbitan XVII, 2000
Angkatan : 20-an
Jumlah halaman : 124 halaman
Sinopsis
Suatu
keluarga mempunyai dua orang anak, seorang bernama Tohir (setelah dewasa
bergelar Sutan Baringin), dan seorang lagi perempuan, adik Sutan Baringin yang
kemudian menikah dengan Sutan di atas, seorang Kepala Kampung A dari Luhak
Sipirok, dan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Aminu'ddin.
Ayah Sutan Baringin
bersikap keras dalam mendidik sutan Baringin, dan sikap ini bertentangan dengan
istrinya yang selalu memanjakan Sutan Baringin. Apapun yang diminta Sutan
Baringin selalu dipenuhi. Akibatnya,setelah dewasa ia tumbuh menjadi
seorang pemuda yang angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan
harta orang tuanya. Kedua orang tuanya menikahkan Sutan Baringin dengan Nuria,
seorang wanita yang berbudiluhur pilihan ibunya. Namun, kebiasaan buruk Sutan
Baringin tetap dilakukannya sekalipun ia telah berkeluarga. Ia tetap
berfoya-foya menghabiskan harta benda kedua orang tuanya, bahkan ia sering
berjudi dengan Marah Sait, sahabat karibnya. Ketika ayahnya meninggal, tabiat
buruknya semakin menjadi-jadi. Bahkan ia tidak sungkan-sungkan untuk
menghabiskan seluruh harta warisan untuk berjudi. Akibatnya, hanya dalam waktu
sekejap saja, harta warisan yang diperolehnya terkuras habis. Ia pun jatuh
miskin dan memiliki banyak utang.Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan
Baringin mempunyai dua orang anak, yang satu adalah perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang satunya lagi
laki-laki. Mariamin sangat menderita akibat tingkah laku
ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga kampung, karena hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan
Aminu’ddin pun mendapat halangandari kedua orang tua Aminu’ddin.
Persahabatan Aminudin
dan Mariamin terjalin semenjak masa kanak-kanak. Menginjak remaja, hubungan
keduanya beranjak menjadi hubungan percintaan. Aminu’ddin hendak mempersunting
Mariamin. Ia mengutarakan niatnya pada kedua orang tuanya. Ibunya tidak
keberatan, tersebab ayah Mariamin, Sutan Baringin, adalah kakak kandungnya.
Namun, ayah
Aminu’ddin, Baginda Diatas berpandangan berbeda. Mariamin tak layak untuk
menikah dengan putranya.
Sebagai kepala kampung
yang kaya dan disegani di daerah Sipirok ia merasa derajat sosialnya akan
direndahkan apabila anaknya menikah dengan anak dari almarhum Sutan Baringin;
bangsawan kaya raya yang jatuh miskin akibat boros dan serakah itu. Baginda
Diatas menginginkan anaknya menikah dengan anak bangsawan kaya yang terhormat.
Ia pun menyusun siasat untuk menggagalkan pernikahan Aminu’ddin dengan Mariamin
dengan melibatkan seorang dukun.
Demikianlah, Baginda
Diatas mengajak istrinya menemui dukun itu untuk meminta pertimbangan atas
peruntungan anaknya kelak jika menikah dengan Mariamin. Dukun yang sebelumnya
telah dibayar untuk menjalankan siasat Baginda Diatas itu meramalkan jika
Aminu’ddin menikah dengan Mariamin maka hidupnya tidak akan bahagia. Istrinya
pun termakan ramalan palsu itu. Mereka membatalkan niat untuk menikahkan
anaknya dengan Mariamin. Sebagai ganti, mereka meminang anak gadis dari
keluarga kaya yang sederajat kebangsawanan dan kekayaannya dengan baginda
Diatas.
Aminu’ddin yang telah
bekerja sebagai pegawai rendah di Medan begitu berbunga-bunga hatinya, ketika
sebuah telegram dari ayahnya sampai kepadanya. Ayahnya menjanjikan akan
mengantar calon istrinya ke medan. Namun, betapa kecewa ketika yang mendapati
bahwa calon istri yang diantarkan oleh ayahnya itu bukanlah Mariamin. Sifat
Kepatuhan kepada orang tua yang dimiliki Aminu’ddin membuat ia tiada mungkin
menolak pernikahannya dengan gadis itu. Dengan hati luka, Aminu’ddin mengabari
Mariamin melalui surat. Mariamin menerima surat itu dengan perasaan kecewa.
Namun, apa boleh buat? Aminu’ddin telah memilih untuk menerima gadis yang
dipilihkan oleh orang tuanya.
Satu tahun setelah
peristiwa itu, ibunda Mariamin menjodohkan anaknya dengan Kasibun, lelaki yang
tiada jelas benar asal usulnya. Kasibun mengaku bekerja sebagai kerani di
Medan. Ibunya berharap, pernikahan anaknya dengan Kasibun akan mengurangi beban
penderitaan mereka. Belakangan barulah diketahui Kasibun ternyata telah beristri,
dan menceraikan istrinya itu sebab ingin menikahi Mariamin.
Kasibun membawa
Mariamin ke Medan. Namun, penderitaan yang diderita Mariamin tidak kian
berkurang. Kasibun memiliki penyakit kelamin. Sebab itu Mariamin sering
menghindar ketika diajaknya behubungan intim. Pertengkaran demi pertengkaran
tak dapat lagi dihindarkan. Kasibun tak segan-segan main tangan kepada
istrinya.
Suatu ketika,
Aminu’ddin datang bertandang ke rumah Kasibun, dengan tiada disengaja berjumpa
dengan Mariamin. Pertemuan yang sesungguhnya berlangsung secara wajar antara
kekasih lama itu membangkitkan cemburu di hati Kasibun. Lelaki itu menghajar
Mariamin sejadi-jadinya. Kesabaran Mariamin yang telah melampaui batas, membuat
Mariamin melaporkan hal itu ke kantor polisi. Ia melaporkan segala keburukan
yang telah dilakukan oleh suaminya pada polisi. Dan polisi pun kemudian
memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda sekaligus memutuskan tali
perkawinannya dengan Mariamin.
Setelah resmi bercerai
dengan Kasibun, dia kembali ke kampung halamannya dengan hati yang hancur. Kesengsaraan dan penderitaan batinserta fisiknya yang terus mendera dirinya
menyebabkan ia mengalami penderitaan yang berkepanjangan hingga akhirnya ajal datang merenggut nyawanya.
Unsur-unsur
intrinsik Novel
a.Tema
Adat dan kebiasaan yang kurang baik di tengah-tengah masyarakat dapat membawa azab dan sengsara.
b. Tokoh
Mariamin : Baik, pengiba, rajin, ramah, penyabar, dan pemaaf
Aminu’ddin : Baik, rajin, pengiba, pandai, dan berbakti.
Sutan Baringin atau Ayah Mariamin : Pemarah, malas, tamak, angkuh, dan bengis.
Nuria atau Ibu Mariamin : Penyabar, sederhana, setia, dan pengiba
Baginda Diatas atau Ayah Aminu’ddin : Baik, rajin, dan bijaksana.
Ibu Aminu’ddin : Baik, pengiba, dan setia.
Kasibun : Jahat, bengis, pandai dalam tipu daya, buas, dan ganas
Marah Sait : Jahat, dan suka menghasut
c. Latar
Waktu : Senja, malam hari, pagi hari, siang hari, dalam perjalanan pulang dari sawah, hari Jum’at
Tempat : Di atas batu besar di sebelah rusuk rumah dekat sungai sipirok, di dalam rumah Mariamin, rumah Aminu’ddin di kampung A, di sawah, di pondok, di jalan, di stasiun, di rumah kerabat Aminu’ddin di Medan, di perahu, di rumah Kasibun di Medan, dikantor polisi, dan tempat peristirahatan terakhir Mariamin selama-lamanya (di kuburan).
d. Amanat
· Janganlah menjadi orang yang serakah
· Jangan mengambil hak milik orang lain
· Tabahlah dalam menghadapi segala cobaan
· Adat dan kebiasaan yang kurang baik sebaiknya di hilangkan agar
tidak menyengsarakan bagi orang yang menjalankannya.
· Jangan mengambil hak milik orang lain
e. Alur Campuran
Pengenalan tokoh, di waktu senja, saat Aminu’ddin berpamitan pada Mariamin hendak pergi ke medan untuk mencari pekerjaan, kemudian menceritakan saat Mariamin dan Aminu’ddin masih kanak-kanak dan orang tua dan keduanya dari sejak menikah kemudian kembali menceritakan Aminu’ddin yang telah berada di medan dan memperoleh pekerjaan, selanjutnya Aminu’ddin menikah dengan gadis lain pilihan ayahnya, setelah dua tahun Mariamin pun menikah dengan orang yang tidak dikenalnya, pernikahannya tidak bahagia dan Mariamin pun bercerai dan kembali ke negerinya sampai ia meninggal dan dikubur di Sipirok kota kelahirannya.
f. Sudut Pandang
Sudut pandang novel ini adalah penulis berada di luar cerita
g. Gaya Penulisan
Gaya Penulisan dalam Novel Azab dan Sengsara mempergunakan bahasa melayu dan juga banyak sekali mempergunakan majas khususnya majas metafora dan personifikasi yang memberikan kesan lebih indah didalam melukiskan suasana dalam novel tersebut.
5 komentar:
Like
Sangat bermanfaat :)
Manfaat Banget Thank You
izin copas buat tugas kak, bermanfaat bgt terimakasih sebelumnya
Ber manfaat sekali terimkasih
Posting Komentar