Cerpen karya A.A. Novis yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang
meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh diri akibat dari mendengar cerita
bualan seseorang yang sudah dikenalnya, ternyata cukup memikat siapapun yang
membacanya. Karena daya pikat itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian
ini, khususnya bab IV ini mudah dipahami agaknya perlu juga memaparkan sinopsis
cerpen Robohnya Surau Kami tesebut.
Sinopsisnya itu seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena
seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari
masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah
yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang
paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai
pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu
berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima
imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya
untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain,
apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga
surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi,
sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia
merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk
dirinya.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak
memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah.
Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha
mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa
bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang
dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi
dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka.
Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya.
Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas
untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha
mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu
peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar
jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.
Kesimpulan
Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Nvis ini memang sebuah sastra
(cerpen) yang menarik dan baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur
intrinsik dan kesesuaiannya sebagai bahan pembelajaran. Adapun hasil
analisisnya sebagai berikut.
1. Unsur-unsur
Intrinsik
a. Tema
Tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi
keluarganya.
b. Amanat
Amanat cerpen ini adalah :
1) jangan cepat marah kalau diejek orang,
2) jangan cepat
bangga kalau berbuat baik,
3) jangan terpesona oleh gelar dan nama besar,
4) jangan
menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan
5) jangan egois.
c. Latar
Latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial.
d. Alur
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa
yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan
strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai
muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.
e. Penokohan
Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek,
dan Haji Soleh.
1) Tokoh Aku
berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
2) Ajo Sidi
adalah orang yang suka membual
3) Kakek adalah
orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain.
4) Haji Soleh
yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri.
f. Titik Pengisahan
Titik pengisahan cerpen ini yaitu pengarang berperan sebagai tokoh utama
(akuan sertaan) sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita.
Selain itu pengarang pun berperan sebagai tokoh bawahan ketika si kakek
bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku.
g. Gaya
Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan majas
alegori, dan sinisme.
1 komentar:
di zaman sekarang yang diprlukan adalah pelaku tetap hidup , sebagai percontohan bagi yang datang kemudian kalaupun terjadi kesalahan semestinya di tempuh dengan jalan bertobat tidak mesti membunuh diri maka perlu diajak masyarakat untuk bertaubatan nasuhah kiranya dengan demikian pembaca tidak langsung merasa kehilangan .
Posting Komentar